Emir Moeis (FPDIP) Kecoh Wartawan

Anggota Komisi XI Emir Moeis, yang juga Ketua Panitia Anggaran DPR RI, berhasil meninggalkan kantor Komisi Pemberantasan Korupsi "tanpa jejak" usai menjalani pemeriksaan terkait kasus dugaan suap dalam pemilihan Deputi Gubernur Senior BI Miranda Goeltom, Jumat (26/9).

Para wartawan yang menunggu sejak pagi terkecoh, karena menurut Juru Bicara KPK Johan Budi, Emir telah meninggalkan kantor KPK sejak pukul 15.00 WIB.

Emir yang dihubungi wartawan mengatakan, ia sengaja menghindar dari wartawan karena enggan diwawancarai.


Diambil dari KCM

Kalo emang bersih, kenapa lari, boss?

Dirut Artha Graha Dicekal

JAKARTA, JUMAT - Direktur Utama Bank Arta Graha, Andy Kasih dicekal terkait dugaan aliran ratusan cek perjalanan kepada sejumlah anggota DPR. Pencekalan ini terkait kasus penyuapan kepada anggota komisi IX DPR-RI saat fit and proper test Miranda Goeltom sebagai calon deputi gubernur senior Bank Indonesia tahun 2004.

Skandal 400 cek yang diduga mengalir ke sejumlah anggota DPR itu diketahui berasal dari sebuah lembaga keuangan Artha Graha. Lembaga keuangan itu diduga sebagai sumber dana yang kemudian dialihkan bentuknya menjadi 400 cek perjalanan oleh PT First Mujur.

Pencegahan terhadap Dirut Bank Arta Graha itu dimohonkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berdasar surat bernomor Kep 315/01/IX/2008 tertanggal 24 September 2008.

"Dia dicekal sejak 24 September 2008 dan berlaku selama satu tahun ke depan," kata Direktur Penyidikan dan Penindakan Keimigrasian Depkumham, Syaiful Rahman, Jumat (26/9). Pencekalan tersebut berlaku sampai dengan 24 September 2009 dengan surat pencegahan bernomor IMI.5.GR.02.06-3.20437.

Selain Dirut Bank Arta Graha, Depkumham juga mencegah Direktur Keuangan PT First Mujur, Budi Santoso dan pengusaha lain bernama Hidayat Lukman.

Hamburkan Uang di Akhir Jabatan: Ini Dia Nama-nama Mereka

Den Haag - Di ujung akhir jabatan, rombongan DPR RI akan plesiran lagi ke luar negeri seusai puasa nanti. Mereka akan ketemu 'mitra' cuma sekitar 1 jam. Selebihnya mereka plesiran, dari Berlin sampai Milan.

"Nama-nama mereka adalah WS dari FPDS dan AA dari FPAN dari level pimpinan Komisi XI," sumber detikcom yang tahu internal rencana keberangkatan dari Jakarta membocorkan, Kamis (25/9/2008).

Nama-nama lainnya dari anggota Komisi XI yang terdaftar akan ikut terbang bersama rombongan antara lain dari Golkar, PDIP, PPP, dan PD. Informasi dari sumber ini sebenarnya bisa dikembangkan untuk melacak identitas lengkap mereka dengan mengakses halaman Komisi XI DPR RI
http://www.dpr.go.id/dpr/komisi.php?kom=Komisi%20XI

Update nama-nama mereka dijanjikan menyusul. Sementara publik juga bisa menghubungi mereka pada nomor 021-5756030, 021-5756031, 021-5756064 dan 021-5756077 atau melalui email set_komisi11@dpr.go.id

PPI Jerman yang hendak mengikuti jejak PPI Belanda melaksanakan fungsi kontrol terhadap para 'wakil rakyat' dapat melakukan aksinya mulai 9/10/2008. Dijadwalkan mulai hari itu rombongan besar DPR RI tersebut tiba di Frankfurt.

Dari rentang perjalanan rombongan selama 9 sampai 13/10/2008 atas biaya negara dengan itinerary Jakarta, Frankfurt, Berlin, Milan, Jakarta, mereka hanya bekerja selama 1 jam dengan bertemu mitra. Selebihnya adalah plesiran hingga ke Milan.
(es/es)

Cetro: Masyarakat Jangan Takut Laporkan Caleg Korup



Jakarta
- 11.868 Caleg dari 38 partai politik (parpol) lolos masuk dalam daftar caleg sementara (DCS). Agar tidak membeli kucing dalam karung, masyarakat pun diminta mengecek kredibilitas sang caleg sebelum memilihnya.

"Jangan takut dan jangan ragu melaporkan ke KPU, DPR, KPUD dan DPRD jika mengetahui ada caleg di daerah masing-masing yang diduga terlibat korupsi," kata Direktur Centre for Electoral Reform (Cetro) Hadar N Gumay kepada detikcom, Sabtu (27/9/2008).

Menurut dia, masyarakat hanya diberi waktu 10 hari untuk melakukan uji publik terhadap caleg setelah diumumkan oleh KPU. Waktu bagi masyarakat untuk mengecek caleg juga relatif singkat sehingga tidak optimal.

"Apa yang bisa dilakukan masyarakat minim. Informasi yang dibuka bagi masyarakat sedikit, hanya nama dan foto. Bahkan, banyak foto yang tidak ada. Itu membingungkan, apa KPU kerja tidak beres," ujar pria berkacamata ini.

Untuk itu, Hadar mengusulkan agar KPU segera memasang DCS di website sehingga dengan demikian masyarakat bisa mengakses tanpa harus ke kelurahan dan membeli koran.

"Perlu juga dipasang CV masing-masing caleg sehingga kelihatan nanti caleg sekolah di mana, lulus atau tidak. Bahkan bisa juga mengingatkan perilaku-perilaku yang dilakukan caleg sebelumnya," papar Hadar.

KPU pada Jumat 25 September mengumumkan dari 14.020 caleg yang diajukan oleh 38 parpol ke KPU, hanya 11.868 yang masuk ke dalam DCS.(aan/asy)

Tifatul Bantah Ingin Koalisi dengan PDIP

Jakarta - Ketua Dewan Pertimbangan PDIP Taufik Kiemas dengan gamblang mengatakan Presiden PKS Tifatul Sembiring ingin berkoalisi dengan PDIP. Namun pernyataan itu dibantah langsug oleh Tifatul.

"Saya belum pernah mengatakan begitu. Saya hanya pernah bilang, untuk 2009, perlu koalisi antara partai nasionalis dan Islami. Itu koalisi yang bagus menurut saya," kata Tifatul kepada detikcom, Kamis (18/9/2008).

Tifatul menerangkan, partai nasionalis bukan hanya PDIP, tapi juga ada partai lainnya. "Ya kan partai nasionalis nggak cuma PDIP. Banyak partai yang lain juga kan?" jawabnya sambil tertawa.

Namun, Tifatul mengakui sudah melakukan komunikasi dengan partai yang dipimpin oleh mantan Presiden Megawati Soekarnoputri itu. Kedua partai itu pun sudah saling menghadiri acara yang digelar masing-masing partai.

"Tapi kan nggak bisa ketemu dua tiga kali langsung koalisi. Harus ada proses penyamaan visi dulu," ujarnya.

Untuk koalisi, kata Tifatul, bukan hanya dirinya sebagai pimpinan yang memutuskan. "Yang memutuskan untuk koalisi atau tidak itu ada di tangan Majelis Syuro PKS," tandasnya.
(ken/iy)

Diambil dari detikcom

Pencalegan Penuh Nepotisme, PDIP Gonjang-ganjing


Jakarta - Sejumlah kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) kabarnya banyak yang kecewa karena proses pencalegan penuh nepotisme. Sebab anak, istri, dan famili para elit PDIP yang diprioritaskan duduk di daftar caleg nomor urut jadi. Akibatnya banyak kader partai yang sejak lama berjuang tergeser atau tercoret dari daftar. Sumber detikcom di PDIP menyebutkan, elit DPP PDIP yang menitipkan anaknya di nomor urut jadi antara lain, Adang Ruchiyatna, Jacob Nuwa Wea, Theo Syafi'i, Sutjipto, Agnita Singadikane, Mangara Siahaan, dan Alexander Litaay. Selebihnya para pengurus DPP memasukkan istri atau keponakan untuk duduk di daftar nomor urut atas caleg dari PDIP. "Kader yang sakit hati ini mengancam memboikot pilihan partai dalam pilpres mendatang," jelas sumber tersebut. Sementara itu, Beathor Suryadi, caleg PDIP, mengatakan, kekecewaan itu cukup beralasan. Sebab dalam penetapan caleg di setiap dapil tidak ada uji kompetensi. "Seharusnya ada debat kualitas untuk menentukan caleg yang akan duduk di nomor urut atas. Sehingga ada ruang kesempatan bagi seluruh kader," jelas caleg yang akan bersaing dengan Taufiq Kiemas di dapil Jawa Barat 2. Tapi persoalannya, kata Beathor, di setiap dapil dibutuhkan caleg yang punya uang untuk menggerakkan mesin partai. Sehingga anak-anak pengurus DPP atau keluarganya dilibatkan. "Kalau di satu dapil hanya berisi aktivis semua, tanpa ada yang memiliki uang, mesin politik tidak akan jalan," pungkas Beathor.(ddg/iy)

Agus Condro, Kisah Padepokan dan Nge-Blog


(Foto: Andi S/ detikcom)
Jakarta - Tangan kiri Agus Condro tidak henti-hentinya mengepalkan tangan. Nampak cincin akik melingkar di jari manisnya menegaskan ketegasan dan watak empunya. Tanpa henti, matanya dengan tajam menatap lekat mahasiswa yang memberikan award untuk kedua kali kepadanya.

"Penghargaan ini bukan sebuah prestasi. Tapi memberikan keyakinan bahwa apa yang saya perjuangkan adalah benar," ujar Agus di Galeri Cafe TIM, Jakarta, Selasa (16/9/2008).

Seusai kembali menjadi rakyat biasa, dia mengaku akan banyak waktu menghabiskan waktu bersama keluarganya di kampung halaman. Bahkan dia akan fokus mengelola padepokannya yang memiliki lebih dari 1.500 judul buku.

"Banyak generasi muda dari pantura seperti Pekalongan, Bantul dan Pemalang yang menjadi teman diskusi. Mereka merupakan calon generasi penerus," tuturnya seraya sesekali menghisap rokok filter.

Meski sesekali juga ke Jakarta, tetapi dia merasa sudah kehilangan pos karena tidak lagi menjadi anggota DPR. Tapi itu bukan lagi masalah. Dia bersama rekan-rekannya kini meluncurkan website pribadi dengan nama www.aguscondro.com. Mengambil tag line 'Mari Mulai Dari Diri Sendiri' ia berharap situs tersebut dapat menjembatani pemikiran antar generasi, termasuk masukan, kritik dan saran lewat dunia maya bagi demokrasi.

"Teknisnya nanti asisten saya yang akan meng-upload pemikiran-pemikiran saya. Kalau nulis di komputer saya masih bisa tapi kalau harus upload ke internet, saya tidak bisa. Saya gaptek," tuturnya jujur.

Kini Agus berjalan tanpa beban. Bak rakyat biasa, dia hanya mengenakan baju hem tanpa label. Bicaranyapun ceplas-ceplos dengan logat Jawa yang kental. Meski demikian, dunia politikpun akan tetap menjadi melodrama hidupnya.

"Saya akan terus berjuang lewat politik. Dengan kasus ini, saya mengakhiri masa keanggotaan DPR dengan perasaan plong," tandasnya lega.(asp/gah)

Diambil dari detikcom, blog Agus Tjondro (gak penting, sih, tapi buat info aja) http://www.aguscondro.com/

Max Moein (FPDI-P) Diperiksa KPK


JAKARTA, RABU — Mantan anggota DPR, Max Moein, memenuhi panggilan KPK untuk menjalani pemeriksaan di Gedung KPK di Jalan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (24/9) pagi.

Kedatangan Max Moein untuk dimintai keterangan terkait dengan 400 travel cek temuan PPATK yang diduga mengalir ke Komisi IX DPR pascapemilihan Deputi Gubernur Senior BI Juni 2004 lalu. Max Moein tiba di KPK sekitar pukul 09.30. Saat diwawancarai wartawan, politisi ini mengaku belum tahu undangan KPK atas dirinya dalam kapasitas apa dan dalam kasus mana. "Belum tahu dalam kapasitas apa, tetapi saya memenuhi undangan KPK," katanya.

Juru Bicara KPK Johan Budi SP yang dikonfirmasi wartawan di KPK mengatakan, kedatangan Max Moein atas undangan tim penyidik terkait dengan aliran 400 tarvel cek di DPR. "Dimintai keterangan terkait dengan laporan Agus Condro. Apakah dia mengetahui atau tidak adanya aliran dana itu," kata Johan.

Seperti diketahui, skandal suap yang mewarnai pemilihan Deputi Gubernur Senior BI ini terungkap setelah anggota dari Fraksi PDI-P, Agus Condro, mengungkapkan kepada publik bahwa dia menerima Rp 500 juta seusai pemilihan yang dimenangi Miranda Goeltom, Juni 2004 lalu. Pengakuan politisi asat Batang, Jawa Tengah, ini diperkuat dengan temuan PPATK yang menegaskan ada 400 travel cek BI yang mengalir ke DPR tahun 2004. (Persda Network/Hendra Kusuma)


Diambil dari KCM

Golkar Merasa Pernah Diingkari PDI-P


JAKARTA - Wacana koalisi yang digagas PDI Perjuangan dan Golkar saat ini, ternyata belum menjadi suatu keputusan bulat. Malahan, Golkar merasa pernah diingkari oleh PDI Perjuangan saat wacana koalisi mulai berkembang pada saat pertemuan dua partai besar ini bertemu di Medan dan Palembang beberapa waktu lalu.

Pengingkaran ini diungkapkan oleh Ketua Harian I Badan Pemenangan Pemilu Partai Golkar Burhanuddin Napitupulu. "Kita (Golkar) pernah diiingkari oleh PDI-P. Setelah pertemuan di Medan dan Palembang waktu itu.Tak lama kemudian PDI-P malah deklarasi mencalonkan presidennya (Megawati). Nah, kita kalau sudah begitu,kita tidak bisa apa-apa. Kita kemudian merasa diingkari," kata Burhanudin Napitupulu dalam dialog politik yang diadakan di DPR, Jumat (29/7).

Rencana berkoalisi antara Golkar dan PDI-P, kata Burnap memang didorong oleh dewan penasihat. Namun, dewan penasihat (Golkar) bukanlah sang penentu. Segala keputusan di Golkar, Burnap menjelaskan, adalah ditentukan melalui rapat pimpinan (Rapim).

"Dalam rapim, itulah yang menentukan. Disana para pemikir-pemikir Golkar berkumpul. Jadi, wacana yang ada sekarang ini (koalisi), belum. Apalagi yang terlihat road show ke mana-mana Taufik Kiemas, bukan partai. Meski memang, di PDIP, dalam keputusannya berbeda dengan Golkar," kata Burnap.

Sementara Ketua DPP PDI Perjuangan Sutradara Ginting pada kesempatan yang sama menjelaskan, tak akan mungkin satu partai politik bisa berkuasa tanpa harus berkoalisi dengan kekuatan partai politik lain. Pemerintahan yang kuat, kata Sutradara, harus juga didukung mayoritas parlemen.

"Pemerintah tentunya, juga harus dapat dukungan dari local goverment, sehingga mampu menggerakan kepentingan nasional. Tidak seperti pemerintahan sekarang, tidak didukung mayoritas pemerintah lokal di daerah," Sutradara menjelaskan.

"Jadi, mustahil ada partai politik yang bisa berkuasa sendirian. Harus koalisi, dalam kerjasama poliitk di indonesia yang multi partai, menurut kami adalah sebuah keniscayaan. Koalisi permanen bukan hanya berbagi orang saja, tapi berbagi konsep. Itulah kemudian semangat untuk melakukan koalisi," katanya.

Direktur Eksekutif Indoberometer, Muhammad Qodari menilai, mustahil Golkar bisa berkoalisi dengan PDI-P bila dilakukan pada Pemilu legislatif. Termasuk, rencana untuk koalisi di pada Pemilu Presiden dan Wakil Presiden di 2009.

Alasan tidak mungkin melakukan koalisi di Pemilu legislatif, jelas Qodari, biasanya, bila ada kader Golkar yang kecewa, akan lari ke PDI-P, begitu juga sebaliknya. "Jadi, sebenarnya koalisi Golkar dan PDI-P di Pemilu legislatif sangat tidak mungkin karena akan saling membunuh, saling merebut simpatisannya masing-masing. Yang terjadi selama ini memang selalu begitu," kata Qodari.

Begitu juga koalisi yang dilakukan dalam Pemilu Presiden, itu juga bisa tidak mungkin antara Golkar dan PDI-P di 2009 nanti. Qodari meyakini, tidak akan mungkin Jusuf Kalla mau digandeng oleh Megawati Soekarnoputri.

"Karena kalau mau, maka Jusuf Kalla harus mengundurkan diri sebagai wakil presiden. Kalau ini terjadi, maka akan ditertawakan rakyat. Apalagi selama PDI-P belum mengubah jawdal mengumumkan calon wapresnya tidak lama lagi. Sementara Golkar kemungkinan setelah Pemilu legislatif. Jadi, di Pemilu presiden sulit juga terjadi koalisi antara Golkar dan PDI-P," kata Qodari. (Persda Network/Rachmat Hidayat)


Diambil dari indonesiamemilih.com

Masihkah Anda Percaya dengan PKS?

MEDAN - Presiden Partai Keadilan Sejahtera Tifatul Sembiring mengatakan, partainya belum tentu kembali mendukung Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada pemilu 2009 mendatang. Menurut Tifatul, seluruh kandidat calon presiden memiliki bobot yang sama di mata PKS. Bahkan penilaian sama ini termasuk terhadap Presiden SBY.

Lebih lanjut Tifatul mengatakan, dari sejumlah riset, koalisi PKS dengan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) merupakan koalisi yang dianggap bisa mendatangkan pemilih dalam jumlah paling besar. Menurut dia, melihat riset ini, sangat mungkin PKS menggandeng Megawati dalam pemilihan presiden taun 2009 mendatang.

"Terhadap SBY, PKS menerapkan zero option setelah koalisi kami berakhir tahun 2009. Akan ada pertimbangan ulang. Semua kandidat calon presiden akan kami pertimbangkan sama," ujar Tifatul di Medan, Minggu (14/9).

Tifatul mengungkapkan, sangat mungkin usai pemilu legislatif mendatang, pilihan PKS dalam berkoalisi menghadapi pemilihan presiden tidak sama lagi dibanding tahun 2004 silam. Menurut Tifatul, mendasarkan pada se jumlah riset dimana koalisi dengan PDI-P bisa menjaring suara pemilih terbanyak, sangat mungkin PKS menggandeng Megawati pada pemilu presiden.

Koalisi partai Islam dengan partai nasionalis merupakan pilihan koalisi yang bisa mendatangkan pemilih paling banyak. Hasil riset malah menyebut, jika PKS berkoalisi dengan PDI-P mendatangkan jumlah pemilih terbanyak, ujar Tifatul sembari menyebut keberhasilan koalisi PKS dan PDI-P pada beberpa pemilihan kepala daerah.

Tifatul mengesampingkan pendapatnya mengenai calon presiden dari kalangan muda yang pernah dilontarkannya beberapa waktu lalu, dengan memilih Megawati sebagai calon presiden yang diajak berkoalisi oleh PKS. Hanya saja, menurut dia, presiden dari kalangan muda memang bakal jadi keniscayaan di waktu mendatang. "Pemilu 2009 ini akan jadi kesempatan terakhir bagi calon presiden yang usianya di atas 60 tahun," katanya.

Terkait koalisi dengan PDI-P, Tifatul mengakui sudah PKS telah berkomunikasi sangat aktif dengan petinggi PDI-P. "Beberapa kali kami saling berkomunikasi dengan Pak Taufik (Kiemas). Kami pun saling hadir dalam acara kedua partai," katanya.

Sebagai partai berasaskan Islam, PKS kata Tifatul juga tak terlalu mempermasalahkan calon presiden perempuan. "Bagi PDI-P kan Megawati sudah harga mati untuk jadi calon presiden. PKS enggak masalah dengan hal tersebut. Hanya saja nanti semua keputusannya terserah majelis syuro partai," kata Tifatul.

Meski tengah melirik Megawati, Tifatul mengatakan kesempatan berkoalisi kembali dengan SBY tidak tertutup sama sekali. "Namanya kami membuka kesempatan kepada siapa saja. Sangat mungkin juga kami berkoalisi dengan SBY. Syaratnya, dalam satu tahun terakhir masa pemerintahannya ini, SBY mampu memperbaiki tingkat kesejahteraan rakyat," katanya.


Diambil dari KCM. Wahai PKS, perhatikan komentar di KCM.

Isu soal Uang, Gayus Mundur


JAKARTA — Anggota DPR, Gayus Lumbuun, mengundurkan diri sebagai anggota Panitia Kerja Revisi Undang-Undang Mahkamah Agung. Pengunduran diri ini dilakukan Gayus karena beredarnya isu penerimaan uang beberapa anggota Panja DPR terkait revisi UU MA tersebut. Selain itu, Gayus juga khawatir akan terjadi dugaan konflik kepentingan balas jasa ketika dia kelak menjalankan profesi sebagai advokat.

Hal itu disampaikan Gayus kepada Kompas, Rabu (17/9). Sebelumnya telah beredar isu bahwa sejumlah anggota DPR yang masuk dalam Panja RUU MA menerima sejumlah uang.

Menurut Gayus, ada tiga hal pokok dalam revisi UU MA, yaitu perekrutan hakim agung, format pengawasan hakim oleh Komisi Yudisial (KY), dan batas usia hakim agung. ”Sebagai anggota DPR yang berlatar belakang advokat, di mana suatu saat saya dimungkinkan kembali sebagai advokat, ini bisa menimbulkan dugaan konflik kepentingan balas jasa terhadap keputusan Panja tersebut. Selain itu, juga akhir-akhir ini berbagai isu digulirkan terhadap pembahasan revisi UU MA itu,” kata Gayus.

Ia melanjutkan, langkah pengunduran diri itu diambilnya pada awal proses untuk memberikan ruang lebih luas kepada dirinya dalam mengkritik kebijakan yang akan diambil terhadap paket revisi UU MA, revisi UU Mahkamah Konstitusi, dan revisi UU KY. ”Batas usia 70 tahun adalah usulan pemerintah, sementara usulan Baleg DPR batas usia hakim 65 tahun,” ujar Gayus.

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Febri Diansyah, mengatakan, seharusnya tidak hanya Gayus yang mundur, tetapi juga beberapa anggota DPR lain yang dikabarkan ”bermain” dalam revisi UU MA. ”Mereka juga harus keluar dari tim. Bahkan, jika mungkin, solusi yang terbaik justru membatalkan untuk sementara pembahasan RUU MA,” kata Febri.

Mengacu pada putusan Mahkamah Konstitusi saat pengujian UU Komisi Yudisial, lanjutnya, yang seharusnya diprioritaskan untuk dibahas adalah UU Komisi Yudisial.

Sedangkan Emerson Yuntho dari ICW mengatakan, seharusnya partai politik melakukan pemeriksaan internal terhadap anggota-anggota DPR yang terindikasi menerima uang untuk ”memperlancar” revisi UU MA, khususnya mengenai batas usia hakim agung 70 tahun. ICW mencurigai ada agenda terselubung di balik cepatnya pembahasan revisi UU MA. ”Masak minggu depan sudah konsinyering. Saya sempat mendengar rumor bahwa ini kado Lebaran bagi MA,” kata Emerson. (VIN)


Gayus Lumbuun berasal dari FPDIP


Diambil dari KCM

Hadapi Pemeriksaan KPK, PDIP Kumpulkan Eks Anggota Komisi IX



Jakarta - Agus Condro buka suara lagi. Dia menyebutkan bila PDIP mengumpulkan eks anggota Komisi IX periode 1999-2004. Mereka diberi pengarahan oleh Sekjen PDIP Pramono Anung di Sekretariat Badan Pemenangan Pilpres. Disebutkan itu sebagai konsolidasi guna menghadapi pemeriksaan KPK. "Mungkin dikonsolidasi dan mengatur siasat untuk menghadapi pemanggilan mereka (eks anggota Komisi IX) oleh KPK," kata Agus Condro dalam pesan singkatnya melalui telepon, Kamis (19/9/2008) malam. Agus melanjutkan, pertemuan dilakukan di Jl T Cik Ditiro 43, Menteng, Jakarta Pusat, pukul 14.30 WIB, Kamis 18 September. "Saya tidak diundang, tapi info ini saya peroleh dari salah seorang dari mereka yang dikumpulkan," terang Agus. Namun pertemuan kosolidasi ini tegas-tegas dibantah Ketua Fraksi PDIP Tjahjo Kumolo. "Tidak ada pertemuan khusus, hanya pleno DPP dan laporan persiapan fraksi menghadapi uji kelayakan calon Kapolri," ujar Tjahjo dalam pesan singkatnya. Dia juga menolak kabar yang menyebutkan adanya konsolidasi menghadapi pemeriksaan KPK. "Ini juga tentang pembahasan UU Pilpres dan Komisi II dengan KPU tentang tanda coblos sebagai sikap fraksi untuk diperjuangkan dengan KPU," tandas Tjahjo.

Diambil dari detikcom

Pengamat: Isu LNG Tangguh karena Kebodohan Pemerintahan Mega


Shohib Masykur - detikNews

Jakarta - Bola liar bernama LNG Tangguh terus bergulir. Saling serang antara pemerintah dan PDIP selaku pihak oposisi pun terjadi. Apa kata pengamat?

"Isu LNG ini harus diakui sebagai kebodohan kita yang melakukan perundingan, yaitu pemerintah saat itu," kata pengamat politik Andrinof Chaniago saat dihubungi detikcom, Senin (1/9/2008).

Karena itu, pengamat politik dari Universitas Indonesia ini tidak melihat isu LNG ini merupakan upaya pemerintah untuk menyerang pihak oposisi. Alasannya, isu ini muncul bersamaan dengan naiknya harga komoditas primer sehingga wajar jika menarik perhatian publik.

"Saya tidak melihat isu ini sebagai serangan terhadap PDIP. Karena isu ini kan muncul bersamaan dengan naiknya harga komoditas primer. Tentu itu membuat orang merasa kaget. Mereka sadar bahwa dalam kontrak yang dibuat kita dirugikan," jelasnya.

Andrinof pun mendukung jika debat publik digelar antara PDIP dengan pemerintah terkait dengan isu ini. Dengan adanya debat itu, kata dia, publiklah yang akan menilai dan menjadi hakim dalam perkara ini.

"Baguslah, supaya terbuka ke publik. Agar publik menjadi hakim yang menilai," ujarnya.(sho/ken)

Diambil dari detikcom

Pro - Kontra Penyelidikan Kasus Suap Miranda Goeltom

Gb
Jakarta - Anggota FPDIP Agus Condro mengaku menerima uang Rp 500 juta terkait dipilihnya Miranda Goeltom sebagai Deputi Gubernur Senior BI 2004 lalu. Dia mengembalikan uang panas itu ke KPK dalam bentuk 2 mobil. KPK harus menyelidiki kasus ini. Sikap Anda? ( asy / asy )
Pro :
pro 71%
243

Kontra :
kontra 29%
100

diambil dari detikcom


Besarnya pemilih kontra penyelidikan menunjukkan besarnya jumlah penduduk Indonesia yang kurang berpendidikan, dan merekalah yang menjadi pemilih utama PDI-P.